BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Garam
adalah salah satu kebutuhan pokok manusia yang dalam kehidupan sehari-hari
banyak digunakan sebagai bahan tambahan bumbu pada makanan, sebagai pengawet
makanan seperti ikan asin, asinan buah-buahan,
dan dasar pembuatan senyawa kimia (NaOH, Na2SO4, NaHCO3,
Na2CO3). Setiap manusia pada umumnya mengkonsumsi garam
dengan jumlahnya berbeda-beda tergantung kebiasaan masing-masing individu. Oleh
karena itu, penambahan iodium pada produk garam merupakan cara yang sangat
efektif dalam menutupi kekurangan tubuh manusia akan kebutuhan iodium. Untuk
menunjang program pemerintah dibidang kesehatan masyarakat, setiap produsen
garam diwajibkan menambahkan iodium pada produk garamnya.
Menurut
penelitian yang dilakukan oleh para ahli kesehatan, orang yang kekurangan
iodium dalam konsumsi makanannya dapat mengalami penyakit gondok. Sedang pada
anak-anak dapat menyebabkan pertumbuhan yang terhambat. Oleh karena itu
kekurangan iodium pada masyarakat diharapkan tidak ada lagi bila semua garam
yang diproduksi sudah mengandung iodium.
Garam
beriodium merupakan istilah yang biasa digunakan untuk garam yang telah
difortifikasi (ditambah) dengan iodium. Di Indonesia, iodium ditambahkan dalam
garam sebagai zat aditif atau suplemen dalam bentuk kalium iodat (KIO3).
Penggunaan garam beriodium dianjurkan oleh WHO untuk digunakan di seluruh dunia
dalam menanggulangi GAKI. Cara ini dinilai lebih alami, lebih murah, lebih
praktis dan diharapkan dapat lestari di kalangan masyarakat.
Hasil
Survei Nasional Garam Beriodium yang dilakukan setiap tahun oleh Badan Pusat
Statistik terintegrasi dengan SUSENAS menunjukkan bahwa secara nasional
persentase rumah tangga yang mengkonsumsi garam beriodium dengan kandungan
cukup sejak tahun 1997-2002 hanya berkisar antara 62-68%.
Garam
yang beredar di masyarakat masih banyak yang tidak maupun kurang memenuhi
syarat kandungan iodium. Hal ini diduga akibat banyaknya produsen garam yang
menggunakan iodium kurang dari jumlah yang disyaratkan (30-80 ppm iodium
sebagai KIO3), atau kandungan iodium hilang maupun berkurang selama
masa penyimpanan atau transportasi. Oleh karena itu kandungan iodium yang
terdapat di dalam garam dapur penting untuk dianalisis kadarnya untuk
mengetahui apakah kandungannya teah sesuai dengan standar yang telah ditetapkan
di dalam SNI maupun WHO.
1.2
Tujuan
Untuk
menentukan kadar kalium iodat (KIO3) pada sampel garam pada berbagai
merek.
BAB II
LANDASAN TEORI
Garam beryodium adalah garam yang
telah diperkaya dengan yodium yang dibutuhkan tubuh untuk pertumbuhan dan
kecerdasan. Garam beryodium yang digunakan sebagai garam konsumsi harus
memenuhi standar nasional indonesia (SNI) antara lain mengandung yodium sebesar
30–80 ppm. Yodium merupakan zat essensial bagi tubuh, karena merupakan komponen
dari Hormon tiroksin. Terdapat dua ikatan organik yang menunjukkan bioaktifitas
hormon ini, ialah trijodotyronin T3 dan Tetrajodotyronin T4, yang terakhir juga
disebut juga Tiroksin (Siswono, 2003).
Dalam tubuh terkandung sekitar 25 mg
yodium yang tersebar dalam semua jaringan tubuh, kandungannya yang tinggi yaitu
sekitar sepertiganya terdapat dalam kelenjar tiroid, dan yang relatif lebih
tinggi dari itu ialah pada ovari, otot, dan darah. Yodium diserap dalam bentuk
yodida, yang di dalam kelenjar tiroid dioksidasi dengan cepat menjadi yodium,
terikat pada molekul tirosin dan tiroglobulin. Selanjutnya tiroglobulin
dihidrolisis menghasilkan tiroksin dan asam amino beryodium, tiroksin terikat
oleh protein. Asam amino beryodium selanjutnya segera dipecah dan menghasilkan
asam amino dalam proses deaminasi, dekarboksilasi dan oksidasi (Kartasapoetra,
2005).
Garam KIO3 mampu
mengoksidasi iodida menjadi iodium secara kuantitatif dalam larutan asam. Oleh
karena itu digunakan sebagai larutan standar dalam proses titrasi Iodometri.
Selain itu, karena sifat Iodida yang mudah teroksidasi oleh oksigen dalam
lingkungan, menyebabkan iodida mudah terlepas. Reaksi ini sangat kuat dan hanya
membutuhkan sedikit sekali kelebihan ion hidrogen untuk melengkapi reaksinya.
Namun kekurangan utama dari garam ini sebagai standar primer adalah bahwa bobot
ekivalennya yang rendah (Vogel
1994).
Larutan
KIO3 memiliki dua kegunaan penting, pertama adalah sebagai sumber
dari sejumlah iodin yang diketahui dalam titrasi, larutan ini harus ditambahkan
kepada larutan yang mengandung asam kuat, namun tidak dapat digunakan dalam
medium yang netral atau memiliki keasaman rendah. Fungsi kedua yaitu dalam
penetapan kandungan asam dari larutan secara iodometri atau dalam standarisasi
larutan asam keras. Larutan baku KIO3 0,1 N dibuat dengan melarutkan
beberapa gram massa kristal KIO3 yang berwarna putih dengan
menggunakan akuades dan mengencerkannya (Vogel 1994).
BAB III
ALAT DAN BAHAN
3.1 Alat
yang digunakan :
1. Batang
pengaduk
2. Buret
3. Botol
semprot
4. Erlenmeyer
250 mL
5. Gelas
kimia 10 mL, 30 mL, 50 mL, 100 mL, 250 mL
6. Gelas
ukur 25 mL, 100 mL
7. Hot
plate
8. Kaca
arloji
9. Karet
penghisap
10. Klem
dan statif
11. Labu
ukur 50 mL, 100 mL, 1000mL
12. Pipet
ukur 1 mL
13. Pipet
volume 1 mL, 2 mL, 5 mL, 25 mL, 50 mL
14. Sendok
tanduk
15. Timbangan
analitik
16. Timbangan
digital
3.2 Bahan
yang digunakan
1. Aquadest
2. Asam
fosfat (H3PO4) pa 85%
3. Garam
kasar merek Bangau biru
4. Garam
kasar merek Garuda mas
5. Garam
halus merek Dolphin
6. Garam
halus merek Indomekar
7. Garam
halus merek Segitiga
8. Garam
halus merek Refina
9. Garam
halus merek Garuda mas
10. Indikator
amylum 1 %
11. Kalium
Iodida (KI)
12. Kalium
Iodat pa (KIO3) 0,005 N
13. NaCL
pa
14. Natrium
Thiosulfat Pentahidrat (Na2S2O3 . 5H2O)
0,005 N
15. Natrium
Thiosulfat Pentahidrat (Na2S2O3 . 5H2O)
pa 0,1 N
BAB IV
PROSEDUR KERJA
4.1 Perhitungan
Reagen
a. Amilum 1% dalam 100 mL
% =
1
% =
=
= 1 gram
b. KIO3
0,1 N 50 mL
N =
0,1
=
g =
g = 0,1783
gram
c. Na2S2O3
. 5H2O 0,1 N dalam 100 mL
N =
0,1
=
g =
g = 24,8 gram
Pengenceran :
N1
. V1 = N2
. V2
0,1
. V1 = 0,005 . 1000
V1 =
V1= 50 mL
4.2 Prosedur
pembuatan reagen
a. Pembuatan
amilum 1% dalam 100 mL
1)
Disiapkan alat dan
bahan
2)
Ditimbang 1 gram amylum
1%
3)
Dilarutkan dengan
aquadest 100 mL dalam gelas kimia
4)
Dipanaskan sambil
diaduk, sampai warnanya menjadi bening
5)
Didinginkan dan diberi
etiket
b. Pembuatan
KIO3 0,1 N dalam 50 mL
1)
Disiapkan alat dan
bahan
2)
Ditimbang 0,1783 gram
KIO3
3)
Dilarutkan dengan
aquadest, kemudian dimasukkan kedalam labu ukur 50 mL
4)
Dicukupkan volumenya
sampai tanda batas
5)
Dihomogenkan dan diberi
etiket
c. Pembuatan
KIO3 0,005 N 100 mL
1)
Disiapkan alat dan
bahan
2)
Dipipet 5,05 mL larutan
KIO3 0,1 N dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL
3)
Dicukupkan volumenya
dengan aquadest hingga tanda batas
4)
Dihomogenkan dan diberi
etiket
d. Pembuatan
Natrium Thiosulfat (Na2S2O3
. 5H2O) 0,005 N
1)
Disiapkan alat dan
bahan
2)
Ditimbang 2,48 gram Na2S2O3
. 5H2O
3)
Dilarutkan dengan
aquadest digelas kimia (aquadest yang telah dididihkan/aqudest bebas CO2)
dan didinginkan
4)
Diencerkan hingga 100
mL
5)
Dipipet 50 mL larutan
kedalam labu ukur 1000 mL
6)
Diencerkan dengan
aquadest yang telah dididihkan hingga tanda batas
7)
Dihomogenkan dan diberi
etiket
e. Pembuatan
aquadest bebas CO2
1)
Dimasukan aquadest ke
dalam gelas kimia 1000 mL
2)
Dididihkan aquadest
tersebut dengan menggunakan hot plate
3)
Didinginkan aquadest
dengan ditutup almunium foil
4)
Aquadest bebas CO2
siap digunakan
4.3 Prosedur
kerja
|
2.
Penetapan kadar kalium
iodat

4.4 Data
Pengamatan
1.
Penimbangan KIO3 0,1
N secara praktikum :
Berat
kertas +sampel =
0,5657 gram
Berat
sampel =
0,1764 gram
N
=
=
=
= 0,0989 ek/L
Pengenceran
KIO3 0,005 N 100 mL secara teori :
N1
. V1 =
N2 . V2
0,0989
. V1 = 0,005 . 100
V1 =
V1 =
5,05 mL
KIO3
0,0989 dalam 100 mL secara praaktikum :
N1 . V1 =
N2 . V2
0,0989
. 5,05 = N2 . 100
N2
=
N2 = 0,0049 ek/L
2.
Tabel pembakuan Na2S2O3.
5H2O
Erlenmeyer
|
Vol.
KIO3
(mL)
|
Vol.
Na2S2O3.5H2O (mL)
|
Perubahan
warna
|
I
|
5
mL
|
4,35
mL
|
|
II
|
5
mL
|
4,45
mL
|
|
III
|
5
mL
|
4,50
mL
|
|
|
5
mL
|
4,43
mL
|
Pada
saat titik akhir titrasi (TAT) ek Na2S2O3.5H2O ~
ek KIO3 :
N.Na2S2O3.5H2O
x V. Na2S2O3.5H2O
= N. KIO3
x V. KIO3
N.
Na2S2O3.5H2O =
=
0,0055 ek/L
3.
Penimbangan sampel
garam
No.
|
Nama sampel garam
|
Berat sampel (g)
|
Volume Na2S2O3.5H2O
(mL)
|
Kadar KIO3
(ppm)
|
Rata-rata
kadar KIO3 (%)
|
1.
|
Garam “Bangau
Biru”
I
II
|
25,0065
g
25,0011
g
|
1 mL
1 mL
|
8,4446
8,4446
|
8,4446
|
2.
|
Garam kasar
“Garuda Mas”
I
II
|
25,0236 g
25,0771 g
|
0,85 mL
0,95 mL
|
7,27
8,10
|
7,685
|
3.
|
Garam halus
“Dolphin”
I
II
|
25,0132 g
25,0087
g
|
7,20 mL
7,25 mL
|
57,37
57,76
|
57,56
|
4.
|
Garam kasar
“Indomekar”
I
II
|
25,0403
g
25,0100
g
|
2,90 mL
2,90 mL
|
23,20
23,22
|
23,21
|
5.
|
Garam halus
“Segitiga”
I
II
|
25,0083
g
25,0013
g
|
5,30 mL
5,20 mL
|
42,46
41,66
|
42,06
|
6.
|
Garam halus
“Refina”
I
II
|
25,0018
g
25,0038
g
|
8,05 mL
8,10 mL
|
63,85
62,24
|
64,84
|
7.
|
Garam halus
“Garuda Mas”
I
II
|
25,0076
g
25,0090
g
|
3,20 mL
3,15 mL
|
25,78
25,37
|
25,57
|
8.
|
Blanko
|
25,0000
g
|
0
|
-
|
-
|
Hasil yang diperoleh dari tabel diatas, dilakukan
dengan pengujian pada salah satu sampel garam halus “Dolphin”, persamaan yang
digunakan yaitu:
Erlenmeyer
|
Berat
sampel (g)
|
Vol.
Na2S2O3.5H2O
(mL)
|
Perubahan
warna
|
I
|
25,0132
|
7,20
mL
|
bening
|
II
|
25,0087
|
7,25
mL
|
KIO3
=
KIO3 (I)
=
=
0,2878 x 0,1784 x 1,1 x 1,0158 x 1000
= 57,37 ppm
KIO3
(II)
=
=
0,2898 x 0,1784 x 1,1 x 1,0158 x 1000
= 57,76 ppm
Jadi
kadar rata – rata KIO3 =
=
= 57,56 ppm
BAB V
PEMBAHASAN
Percobaan penetapan kadar KIO3
dalam garam beryodium pada praktikum kali ini yaitu menggunakan berbagai sampel
garam kasar dan garam halus. Percobaan ini dilakukan dengan metode titrasi
iodometri, dimana iodometri itu sendiri merupakan penetapan kadar suatu
oksidator dalam larutan dengan jalan direaksikan dengan larutan KI berlebihan
dalam lingkungan asam dan I2 yang dibebaskan dititrasi dengan
larutan standar atau baku (Na.thio). Natrium Thiosulfat
adalah suatu senyawa yang mudah sekali teroksidasi, dimana iodium dapat
mengoksidasinya menjadi tetrationat. Semua penentuan senyawa secara iodometri
didasarkan atas reaksi natrium thiosulfat dengan iodium. Pada titrasi iodium
dengan Na.tiosulfat, iodium bertindak sebagai oksidator atau titran. Fungsi
larutan standar KI ialah untuk mencegah
menguapnya yodium didalam sampel dan sebagai pereaksi untuk memperlihatkan
jumlah yodium yang terdapat dalam sampel menjadi senyawa KIO3
sehingga akan berwarna bening karena pereaksi yang berlebih. Fungsi amylum
ialah untuk meningkatkan kecepatan percobaan (sebagai indikator). Reaksi ini
disebut reaksi iodometri karena terjadi perubahan dari warna biru kehitaman
menjadi tidak berwarna, sedangkan reaksi iodimetri adalah kebalikannya.
Perhitungan kadar KIO3
pada berbagai jenis garam bertujuan agar kita dapat mengetahui kadar garam yang
memiliki iodium dan dapat memenuhi kebutuhan iodium per hari agar terhindar
dari berbagai penyakit seperti GAKI. Kebutuhan tubuh akan iodium rata-rata
mencapai 1-2 mikrogram per kilogram berat badan per hari. Iodium diperlukan
tubuh terutama untuk sintesis hormon tiroksin, yaitu suatu hormon yang
dihasilkan oleh kelenjar tiroid yang sangat dibutuhkan untuk proses
pertumbuhan, perkembangan, dan kecerdasan. Jika kebutuhan tersebut tidak
terpenuhi dalam waktu lama, kelenjar tiroid akan membesar untuk menangkap
iodium, yang lebih banyak dari darah. Pembesaran kelenjar tiroid tersebutlah
yang sehari-hari kita kenal sebagai penyakit gondok.
Iodium adalah jenis elemen mineral
mikro kedua sesudah besi yang dianggap penting bagi kesehatan manusia walaupun
jumlah kebutuhan tidak sebanyak zat-zat gizi lainnya. Manusia tidak dapat
membuat iodium dalam tubuhnya seperti membuat protein atau gula, tetapi harus
mendapatkannya dari luar tubuh (secara alamiah) melalui serapan iodium yang
terkandung dalam makanan serta minuman. Iodium merupakan mineral yang termasuk
unsur gizi esensial walaupun jumlahnya sangat sedikit di dalam tubuh, yaitu
hanya 0,00004% dari berat tubuh atau sekitar 15-23 mg. Itulah sebabnya iodium
sering disebut sebagai mineral mikro atau trace element.
Pada
percobaan penentuan kadar KIO3 didapatkan hasil kadar KIO3
pada garam halus lebih tinggi dari pada garam kasar. Seperti pada garam halus “Segitiga” yang kadar KIO3nya 42,06 ppm
yang lebih tingi dari garam kasar “Indomekar” yaitu 23,21 ppm. Berdasarkan SNI 01-3556-2000
kandungan kalium iodat minimal 30-80 ppm (mgKIO3/kg
garam). Hasil ini menandakan bahwa kandungan garam halus tersebut masih sesuai dengan ketetapan SNI 01-3556-2000 sedangkan
garam kasar tidak dalam standar yang telah ditetapkan.
Adapun faktor yang mempengaruhi
hasil dalam praktikum yaitu kemasan sampel yang akan digunakan telah rusak
sehingga hasil yang diperoleh lebih rendah dari hasil yang seharusnya terdapat
dalam kemasan.
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang
telah dilakukan, diperoleh kadar KIO3 pada sampel garam halus lebih
tinggi daripada garam kasar, hal ini tidak sesuai dengan yang tertera pada
kemasan yaitu < 30 ppm, sedangkan untuk garam kasar masih sesuai dengan SNI – 01 – 3556 – 2000
tidak kurang dari 30 ppm atau minimal 30 ppm kadar KIO3nya.
6.2 Saran
Untuk
mencegah adanya penyakit gondok yang dikarenakan kekurangan iodium maka setiap
pembelian garam harus dilihat labelnya, agar ditahu kandungan iodium pada garam
yang akan dikonsumsi tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Vogel. 1994. Analisa
Kuantitatif Anorganik. Jakarta: EGC.
Siswono. 2003. Iodium
cegah lost generation. www.gizi.net
(21 November 2010)
Kartasapoetra. 2005. Kandungan
Iodium.
http://behaviovnurdelfautmlo.html